Kendari, 18 Juni 2024 – Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Kendari mengadakan Zoominar dengan tema “Seni Meneliti Al-Quran di Media Sosial” sebagai bagian dari kegiatan Dosen Tamu. Acara ini dihadiri oleh 140 peserta terdiri dari mahasiswa, dosen, dan peneliti. Dr. Muh. Shaleh, M.Pd., Dekan FUAD, memberikan sambutan dalam suasana yang penuh antusiasme, memperkuat diskusi mengenai eksplorasi Al-Quran dalam konteks media sosial.

Dekan FUAD menyampaikan harapan kepada narasumber untuk memberikan panduan yang komprehensif guna meningkatkan pemahaman dan kedalaman dalam kajian media sosial

“Saya mengucapkan terima kasih atas nama pimpinan, semoga acara ini diberkahi Allah, sehingga kita bisa standby untuk mengikuti kegiatan dengan baik,” ujarnya. Beliau menekankan pentingnya kajian Al-Quran dalam konteks media sosial, yang saat ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Narasumber utama dalam Zoominar, Miski, M.Ag., seorang peneliti yang telah berpengalaman dalam mengkaji hubungan antara Al-Quran dan media sosial. Dalam presentasinya, Miski menguraikan berbagai aspek penting tentang bagaimana Al-Quran dikumandangkan dan diamalkan melalui platform media sosial.

Miski dengan tegas menyatakan, signifikansi objek yang dikaji dan kontribusinya terhadap pemahaman.

“Postingan-postingan yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran di media sosial masuk dalam kategori tafsir. Tafsir tidak hanya melalui teks yang panjang, tetapi juga melalui visualisasi. Inilah yang kami sebut sebagai tafsir visual,” jelas Miski.

Moderator kegiatan, Syahrul Mubarak, M.Ag., memastikan diskusi berjalan lancar dan interaktif. Para peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan peneliti diberikan kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi dengan narasumber.

Syahrul Mubarak, M.Ag, Dosen Tasfir Dakwah & Komunikasi, Program Studi Ilmu Alquran & Tafsir FUAD IAIN Kendari

Miski juga menekankan pentingnya objektivitas dalam penelitian tafsir di media sosial. “Poin penting dalam meneliti, posisikan diri sebagai seorang peneliti, bukan menghakimi. Bukan salah menggunakan pola itu namun seringkali kita tidak objektif. Kesadaran inilah yang penting sebagai seorang peneliti, bukan sebagai seorang dai atau daiah,” tambahnya.

Salah satu topik yang dibahas, bagaimana tafsir Al-Quran ditampilkan dan dipahami dalam konteks media sosial. Miski memberikan contoh tentang kesalehan digital yang ditunjukkan melalui postingan religius seperti keutamaan membaca surat Al-Kahfi pada malam dan hari Jumat. “Kesalehan digital itu identik dengan jejaring, postingan yang membentuk jejaring, analogi pola arisan. Anda tidak mungkin memosting ulang postingan saya kalau anda tidak sepakat, inilah jejaring digital sebagai satu temuan lainnya,” paparnya.

Zoominar juga membahas tentang pentingnya metodologi yang tepat dalam mengkaji tafsir di media sosial. “Kita harus memahami perangkat metodologi dan haus akan ilmu atau cara bagaimana postingan tersebut harus dikaji. Tidak hanya melihat postingannya, tetapi juga konteks sosial dan jaringan yang terbentuk,” jelas Miski.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi aktif, peserta dari berbagai latar belakang turut berpartisipasi untuk mendalami lebih dalam topik yang telah dibahas.

Peserta Zoominar mencapai 140 peserta

Pertanyaan Sohibul: “Bagaimana bisa menganalisis perilaku seseorang dari media sosialnya karena tadi dibahas seseorang bisa berbeda yang dia kemukakan di media sosial tidak sesuai dengan kehidupan sehari-harinya?”

Narasumber Miski: Analisis perilaku dari media sosial perlu melibatkan pemahaman konteks sosial individu tersebut, baik di media sosial maupun kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan penelitian mendalam terhadap pola interaksi dan representasi diri yang diungkapkan secara online dan offline.

Pertanyaan Rifdal Al Farisy: “Bagaimana kalau sudah diketahui kalau media itu sudah bagus atau bertentangan dengan yang sudah kita tahu? Misalnya, Rodja TV yang sudah keras. Bagaimana kita meneliti?”

Narasumber Miski: Miski menyarankan untuk meneliti media dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya dan dampaknya terhadap pemahaman agama dan masyarakat. Hal ini termasuk analisis terhadap narasi-narasi yang disampaikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap audiensnya. Miski menjawab dengan jelas dan tegas, menekankan pentingnya pendekatan objektif dan metodologi yang tepat dalam penelitian tafsir di media sosial.

Pertanyaan Afifah: “Bagaimana menggunakan surat Maryam ayat 30-35 untuk menjawab kemustahilan apakah fenomena bisa dijadikan di media sosial?”

Narasumber Miski: Jangan sampai penelitian kita malah menimbulkan masalah baru. Penelitian harus didasarkan pada pemahaman yang sudah matang. Jika tidak melakukan penelitian, apa yang akan kita lakukan? Kembali pada pertanyaan sebelumnya tentang TikTok, kita harus memilih. Saat ada postingan di media sosial, kita perlu memetakkannya dalam dua hal: level dokumen dan level fenomena. Jika fokus pada konten postingannya, itu berarti penelitian pada level dokumen. Namun jika fokus pada bagaimana konten tersebut berinteraksi dengan akun lain, seperti di bagian share atau like. Studi pada level fenomena menjadi penting karena tanpa pemetaan yang jelas, kita akan bingung. Apakah berkaitan dengan individu atau komunitas, atau mungkin lembaga keilmuan? Sehingga membantu kita memilih arah penelitian yang tepat.

Pertanyaan Rafli: “Seberapa pentingkah menempatkan diri terlebih dahulu sebelum kemudian meneliti. Langkah apa yang perlu disiapkan untuk berada di posisi objektif dan tidak tendensius? Standar kebenaran yang digunakan dalam media sosial apa? Karena kalau empiris ada qawaid-nya. Adakah standar kebenaran atau qawaid dalam penelitian tafsir di media sosial? Bagaimana menyikapi paradoks di media sosial dengan realita yang ada?”

Narasumber Miski: Miski menekankan perlunya kesiapan dalam menempatkan diri secara objektif dengan memahami prinsip-prinsip metodologis dan kebenaran dalam penelitian tafsir di media sosial. Miski menjelaskan, penelitian harus memperhatikan konteks sosial dan digital yang kompleks, serta mampu menyikapi paradoks yang muncul dengan mempertimbangkan realitas yang ada secara kritis dan mendalam.

Zoominar ini berhasil memberikan wawasan baru bagi para peserta tentang bagaimana Al-Quran dan tafsirnya dapat dikaji dalam konteks media sosial. Acara ditutup dengan harapan, penelitian di bidang ini akan semakin berkembang dan memberikan kontribusi yang berarti bagi kajian Islam kontemporer.

[/Ria_19]

2 thoughts on “Menjelajahi Tafsir Al-Quran di Ranah Digital: Zoominar Dosen Tamu Program Studi Al-Quran dan Tafsir (IQT) IAIN Kendari”
  1. Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat terkhusus untuk mahasiswa prodi IAT. Sangat membantu dalam memahami kembali pemahaman terkhusus dgn tafsir media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *